Selasa, 11 Januari 2011

REFLEKSI HARI RAYA IDUL ADHA


Pada bulan Dzulhijah ini, umat Islam sedang melangsungkan perhelatan besar. Setiap tanggal 10 Dzulhijah kaum Muslim merayakan Idul Adha. Jika kita merayakan Idul Adha, ingatan kita pasti melayang pada kisah Nabi Ibrahim as., yang Allah SWT perintahkan untuk menyembelih putra kesayangannya, Nabi Ismail as. Kisah yang menggambarkan ketaatan dan pengorbanan ini, telah begitu lekat di dalam benak kita. Bagaimana tidak? Setiap Idul Adha, khutbah/ceramah yang disampaikan di sekolah-sekolah dan majlis ta’lim tentu tidak lepas dari kisah Nabi Ibrahim ini. Tetapi pertanyaannya, apakah kisah ini sudah dijadikan ibrah oleh sebagian besar umat Islam?
            Sangat disayangkan, pada faktanya kisah ketaatan dan pengorbanan Nabiyullah Ibrahim as. dan Ismail as. ini sekadar dibaca, belum bisa menyalakan keimanan dan ketundukan kaum Muslim secara total pada syariah Islam. Bisa kita lihat, kesyirikan dan kemaksiatan marak di tengah-tengah masyarakat. Perzinaan,  pembunuhan, pemakaian narkoba, mabuk-mabukkan, pencurian dan korupsi semakin merajalela. Kemaksiatan semacam perzinaan dan perselingkuhan malah disebarluaskan tanpa ada rasa malu lagi. Seks bebas bahkan difasilitasi dengan ATM kondom agar aman dari penyakit AIDS.
            Berbagai kemaksiatan terjadi di negeri ini, karena itu berbagai bencana pun menimpa negeri ini. Semua bencana kemanusian ini pada dasarnya adalah akibat ulah manusia yang terus-menerus melakukan berbagai pelanggaran terhadap aturan-aturan sang Pencipta, Allah SWT.
Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan karena ulah (kemasiatan) manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari akibat ulah mereka  itu agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS ar-Rum [30]: 41).
            Oleh karena itu, dalam moment Idul Adha ini seharusnya menjadi perenungan bagi kita semua. Seharusnya kaum Muslim bisa mengambil pelajaran dari kisah ini.  Ketaatan Nabi Ibrahim dan Ismail mengajari kita agar kita selalu menaati semua perintah Allah SWT. wajib menaati semua ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Kita pun wajib melaksanakan semua hukum Allah dengan hati tunduk dan pasrah. Selain itu, kisah ini pun mengajari kita untuk mengorbankan apa saja yang kita miliki dan cintai sebagai bukti kepasrahan kita kepada Allah SWT.Mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dana, bahkan nyawa demi ketakwaan kita kepada Allah SWT. Gambaran ketakwaan adalah dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya, dan untuk mewujudkan semua itu tidak lain adalah dengan menerapkan seluruh aturan Islam secara kaffah. Aturan Islam tidak akan terlaksana secara kaffah jika tidak diterapkan dalam bingkai Khilafah Islamiyah.
            Akhirnya, Idul Adha dan kisah Nabiyullah Ibrahim as. dan Ismail as. ini harus kita jadikan inspirasi dan motivasi bagi kita semua untuk selalu menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sekaligus untuk senantiasa berkorban dalam perjuangan menerapkan syariah Islam secara kaffah melalui penegakkan Khilafah Islamiyah. Semoga Allah SWT memberikan taufik dan hidayah-Nya pada kita semua.
           

Penulis: Shintia Rizki Nursayyidah
Mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Surat pembaca tanggal 16 November 2010

Sampai Kapan Rakyat Harus Menjadi Korban?


Seiring kenaikan TDL (tarif dasar listrik) per Juli 2010, rakyat kembali menjadi korban kebijakan pemerintah. Pasalnya, kenaikan TDL memberikan efek domino berupa kenaikan harga sembako, ancaman PHK dan pengangguran.
Saat ini beras bermutu baik naik dari Rp 6.300,- menjadi Rp 7.000,-; daging dari Rp 18 ribu menjadi Rp 25 ribu; cabai merah keriting yang semula berkisar Rp 12-15 ribu/kg naik menjadi Rp 35 ribu/kg. Kenaikan berbagai kebutuhan pokok ini terjadi di berbagai daerah di Tanah Air (Republika, 29/06/2010). Selain itu dengan kenaikan TDL ini, kalangan industri pun merasakan dampaknya. Bagi industri, solusi menaikan harga jual produk hampir tidak mungkin karena daya saing produk akan kalah dibandingkan dengan produk lain terutama impor. Karena itu, agar bisa bertahan yang paling memungkinkan adalah mengurangi produksi atau memangkas biaya lain dan ujung-ujungnya melakukan PHK. Itu artinya masalah pengangguran akan terus menghantui atau bahkan bertambah besar jumlahnya akibat gelombang PHK dan tidak terserapnya angkatan kerja baru. Dengan hal tersebut, lagi-lagi rakyat menjadi korban terutama kelompok masyarakat kecillah yang harus menanggung akibat paling fatal.
Sementara Pemerintah yang seharusnya menjadi pemelihara urusan-urusan dan kebutuhan dasar rakyatnya, melepaskan tanggung jawabnya terhadap nasib rakyat. Yang ada justru Pemerintah lebih berpihak pada pemilik modal (para kapital), termasuk pihak asing. Kasus terbaru menunjukkan bagaimana Pemerintah negeri ini mengelola Proyek Gas Donggi Senoro. Pemerintah memutuskan bahwa untuk proyek gas Donggi Senoro, 30% dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri, sedangkan 70% untuk ekspor. Padahal yang 30% itu saja belum cukup untuk memenuhi kebutuhan gas PT PLN. Artinya, kebutuhan dalam negeri untuk PLN dan industri lainnya seperti industri pupuk sesungguhnya masih sangat besar. Sungguh ironis, saat kebutuhan akan gas di dalam negeri begitu besar, Pemerintah justru mengalokasikan 70% untuk ekspor. Padahal jika kebutuhan pasokan gas domestik mendapat prioritas maka kekurangan pasokan gas untuk PLN, pabrik pupuk dan pabrik lainnya akan terpenuhi. Hal ini secara pasti akan membuat harga produksi listrik turun sehingga harga TDL tidak perlu dinaikkan, bahkan bisa diturunkan. Lebih dari itu, dengan ketersediaan bahan bakar pembangkit yang jauh lebih murah dan sangat besar, seperti batu bakar dan gas, Pemerintah melalui PT PLN dapat segera memperbesar kapasitas produksi listrik dan ini akan segera dapat mengatasi kekurangan pasokan serta menambah luasnya jangkauan pelayanan listrik kepada masyarakat.
Kebijakan Pemerintah ini tentu patut dipertanyakan. Apakah karena ada kepentingan para pemungut rente yang tidak ingin kehilangan penghasilannya dari pasokan BBM ke PT PLN selama ini? Juga apakah ada kepentingan pemungut rente karena komisi dari penjualan ekspor gas keluar negeri? Hal ini menjadi sangat mungkin mengingat besarnya rente yang akan dinikmati para makelar yang mengatasnamakan kebijakan negara.
Dalam pandangan Islam, Pemerintah (negara) berkewajiban memelihara urusan dan kemaslahatan rakyat. Dalam memberikan pelayanan kepada rakyat, negara tidak boleh berpikir mencari untung.
. Islam menetapkan bahwa kekayaan alam seperti gas, minyak, barang tambang, dsb sebagai milik umum; milik seluruh rakyat. Kekayaan alam ini tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang atau pihak swasta. Kekayaan alam itu harus dikelola oleh negara bukan sebagai pemilik, tetapi hanya mewakili rakyat yang menjadi pemilik kekayaan tersebut. Seluruh hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat, diantaranya dalam bentuk pelayanan, termasuk penyediaan tenaga listrik. Jadi yang harus menjadi fokus pemerintah adalah bagaimana memberikan pelayanan kepada rakyat semaksimal dan sesempurna mungkin. Bahan bakarnya dipasok dari dari hasil eksploitasi kekayaan milik rakyat baik BBM, gas, batubara, panas bumi, dsb. Biayanya diambil dari hasil pengelolaan kekayaan alam yang juga milik rakyat. Dengan begitutenaga listrik bisa disediakan semaksimal dan sesempurnamungkin dengan harga yang murah. Dengan itu pula lapangan kerja akan bisa dibuka seluas-luasnya karena industri berkembang dengan baik sekaligus berdaya saing tinggi, harga-harga kebutuhan akan murah atau mudah dijangkau. Pada akhirnya kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh rakyat.
Masalah kenaikan TDL dan semua problem yang dihadapi masyarakat saat ini berpangkal pada penerapan ideologi kapitalisme berikut sistem turunannya terutama sistem politik dan sistem ekonomi. Selama ideologi Kapitalisme berikut sistemnya itu masih diadopsi, selama itu pula masalah tidak akan pernah berhenti dan rakyatlah yang akan menjadi korban.
Karena itu, ideologi dan sistem kapitalisme itu harus ditinggalkan. Selanjutnya negeri ini harus segera mengambil dan menerapkan ideologi dan sistem islam dengan syariahnya dalam sistem Khilafah.  Dengan hanya itu, penderitaan rakyat akan berakhir.
Oleh: Shintia Rizki Nursayyidah
Surat pembaca tanggal 16 Juli 2010

BEBASKAN INDONESIA DARI PORNOGRAFI DAN SEKS BEBAS DENGAN SYARIAH ISLAM

Kasus video mesum yang dibintangi oleh pemain mirip artis, akhir-akhir ini terus menghiasi pemberitaan dan pembicaraan di tengah masyarakat. Di beberapa media cetak, kasus ini menjadi headline news. Bahkan kasus ini pun sampai dimuat di beberapa media yang berpengaruh di AS. Kemunculan video mesum itu dengan pemberitaan yang begitu luas akan makin menumbuhsuburkan perilaku seks bebas dan seks pranikah, juga membangun kesan di masyarakat bahwa apa yang mereka lakukan sebagai sesuatu yang biasa.
Terinspirasi video porno mirip artis ’Ariel-Luna Maya’ yang ditontonnya, tiga orang pemuda tega memperkosa seorang gadis FA (17), seorang pelajar sebuah SMK di Ungaran, Kabupaten Semarang (seruu.com, 20/06/2010). Dengan maraknya pemberitaan, tak ayal telah menimbulkan keresahan di masyarakat dan mengancam masyarakat.
Sebenarnya, akar masalah penyebaran video mesum dan perilaku seks bebas di masyarakat adalah karena sekularisme dan liberalisme di tengah masyarakat. Sekularisme adalah paham yang menolak peran agama dalam kehidupan umum. Agama hanya dianggap sebagai urusan pribadi dan itu pun dipersempit sebatas urusan spiritual dan ritual. Nilai-nilai dan aturan agama (Islam) tidak boleh diikutkan dalam masalah publik. Adapun liberalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap manusia bebas berkeyakinan dan berperilaku selama tidak merugikan orang lain. Paham kebebasan ini juga mengajarkan bahwa setiap orang bebas menjalin hubungan dengan siapa saja dan bahkan berhubungan seks dengan siapa saja asal suka sama suka dan tidak ada paksaan.
Celakanya, pengaturan kehidupan sosial yang ada saat ini dibangun berlandaskan pada ide sekularisme dan liberalisme itu. Tengok saja, di dalam KUHP seseorang yang berhubungan di luar ikatan perkawinan tidak dianggap melakukan tindakan pidana selama dilakukan suka sama suka. Padahal bisa jadi hanya pasal itulah yang bisa digunakan untuk menjerat pemain video mesum itu. Walhasil, perundang-undangan sekular yang ada saat ini jelas tak mampu mengatasi problem pornografi, pornoaksi, dan seks bebas yang marak terjadi di tengah masyarakat.
Islam menetapkan bahwa persoalan seks dibatasi hanya dalam kehidupan suami-istri. Persoalan seks tidak boleh diumbar di ranah umum. Islam juga mengajarkan adab-adab dalam hubungan suami-istri.  Islam mengharamkan siapapun menceritakan perihal hubungan tersebut kepada orang lain. keharaman hukum menceritakan tersebut termasuk keharaman merekam adegan ranjang untuk disebarkan, agar bisa ditonton orang lain. Siapapun yang melakukannya atau yang menyebarkannya seperti penyedia situs, yang menggandakan CD, dsb, dalam pandangan syariah berarti telah melakukan tindakan pidana. Oleh karenanya, bagi pelaku jika terbukti maka bentuk dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad qadhi; bisa dalam bentuk tasyhir (diekspos), di penjara, dicambuk dan bentuk sanksi lain yang dibenarkan oleh syariah.
Di sisi lain, pemerintah yang diamanahi mengurus segala urusan rakyat, selain menjalankan hukuman di atas, juga harus bertindak untuk memutus rantai kerusakan itu agar tidak terus bergulir; baik dengan memblokir situsnya, melakukan tindakan razia, dll. Ide-ide sekularisme dan liberalisme harus dikikis habis dari masyarakat karena ide-ide itulah menjadi dasar dan mendorong terjadi dan menyebarnya kerusakan semacam itu di masyarakat. Sebelum itu, sangat penting dilakukan pendidikan Islam kepada masyarakat secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Oleh karena itu, untuk membebaskan Indonesia dari pornografi dan seks bebas, hanya mungkin dilakukan jika sistem yang diterapkan adalah sistem yang berlandaskan akidah Islam, yaitu syariah Islam.
Maka dari itu, sudah tiba saatnya kita mengakhiri sistem sekular, dan tiba saatnya kita segera tegakkan sistem Islam dan syariahnya.
Oleh: Shintia Rizki Nursayyidah
Surat pembaca tanggal 21 Juni 2010

Solidaritas Umat Islam dan Kecaman Penguasa Muslim

Israel kembali membabi buta. Tentara zionis menyerang kapal yang ditumpangi ratusan relawan dari berbagai Negara termasuk tim Mer-C dan para reporter .
Berbagai aktivis di seluruh penjuru Dunia mengecam  kebrutalan Israel ini. Begitu pun di Indonesia, berbagai  aktivis, ormas, dan partai politik mengecam Israel dengan menggelar long march, menggalang solidaritas dalam bentuk bantuan dan obat-obatan juga d’oa bagi saudara kita di Palestina.
Para penguasa dan pemimpin Muslim mengecam tindakan biadab Israel, dalam hal ini terhadap armada kapal yang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza ini. “Kami mengutuk kejahatan ini…Setiap orang harus mengutuk tindakan Israel ini," kata Sekretaris Jenderal Liga Arab, Amr Moussa, kepada AFP (31/5). Mousa lebih lanjut mengatakan, bahwa 22 anggota Liga Arab saat ini sedang ‘memikirkan’ langkah selanjutnya terhadap Israel.
Pimpinan Otoritas Palestina Mahmud Abbas pun mengecam serangan Israel itu dengan menyebutnya sebagai pembantaian. Perdana Menteri Libanon, Saad Hariri, juga mengutuk serangan mematikan Israel tersebut yang ia sebut sebagai tindakan yang berbahaya dan gila (31/5). Pemerintah Indonesia pun, melalui Menlu Marty Natalegawa, turut mengecam tindakan Israel ini (Antara, 31/5).
Namun, lagi-lagi para penguasa Arab-Muslim itu hanya mengecam, tidak pernah melakukan langkah nyata, misalnya dengan mengirimkan pasukan dari masing-masing negara mereka untuk melawan kebiadaban Israel. Padahal sudah nyata dan jelas, bangsa (Yahudi-Israel) ini tidak pernah mengenal bahasa kecaman dan kutukan. Yang paling menyakitkan, penguasa Mesir, Husni Mubarak, tetap enggan membuka satu-satunya pintu masuk ke Gaza, yakni pintu Rafah yang berada dalam kekuasaan Mesir. Rezim Mesir itu tetap tuli dan diam seribu bahasa, sembari dengan tenang dan santainya menyaksikan warga Gaza mati secara perlahan karena blokade dan kekejian Israel.
Wahai kaum Muslim, hendaknya kita tidak berhenti sebatas berdoa dan menggalang solidaritas dalam bentuk bantuan uang dan obat-obatan bagi saudara kita di Palestina. Sesungguhnya metode membela Palestina saat ini adalah dengan cara memaksa para penguasa Muslim agar memobilisasi pasukan mereka untuk berjihad. Sebab, Allah SWT telah berfirman: Perangilah mereka (orang-orang kafir), niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian dan menghinakan mereka (QS at-Taubah [9]: 14).
Allah SWT telah mengecam siapapun yang mengabaikan panggilan jihad ini: Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksaan yang pedih (QS at-Taubah [9]: 39).
Kekejian dan kebrutalan Yahudi Israel sesungguhnya akan terus berulang. Karena itu, yang harus kita -umat Islam dan penguasa Muslim-  lakukan saat ini adalah membangun kesadaran umat, bahwa mereka sangat membutuhkan kesatuan di bawah satu kepemimpinan, yakni Khilafah Islamiyah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah.
Sebagaimana Khilafah pada masa lalu bisa menjadi pelayan, pengayom dan pelindung umat Islam dari rongrongan dan serangan bangsa-bangsa kafir selama berabad-abad, maka Khilafah pula saat ini dan ke depan yang bisa melakukan hal yang sama. Hanya Khilafahlah yang bisa menghadapi Israel, AS dan sekutu-sekutunyanya, sekaligus membersihkan antek-antek mereka dari seluruh negeri kaum Muslim. Khilafahlah yang akan memimpin dan mengkomandoi 1,5 miliar kaum Muslim di seluruh dunia untuk berjihad. Khilafahlah yang akan melindungi dan mempertahankan seluruh wilayah dan tanah kaum Muslim. Rasulullah saw. telah bersabda:
Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah laksana perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya (HR Muslim).
Oleh karena itu, tidak cukup hanya kecaman demi kecaman, melainkan hanya Khilafahlah solusi final yang akan menghentikan kebiadaban Israel sekaligus mengakhiri derita umat Islam di berbagai belahan dunia saat ini termasuk Palestina.
Oleh : Shintia Rizki Nursayyidah
Surat pembaca tanggal 3 Juni 2010

Visi, Misi dan Karakter Kepemimpinan Umat


Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-5 dijadwalkan berlangsung di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta , 7 s.d. 10 Mei 2010. Sekitar 800 peserta diperkirakan bakal hadir pada perhelatan akbar yang rencananya diikuti antara lain tokoh-tokoh umat Islam, ulama, wakil organisasi massa , unsur pondok pesantren, cendekiawan muslim, lembaga Islam nasional dan internasional, profesional pendidikan, ekonomi, perbankan, dan kalangan perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Tanah Air. Ketua Panitia Pengarah KUII ke-5 Din Syamsuddin mengatakan, Kongres umat Islam ke-5 akan membahas masalah kepemimpinan umat Islam dalam konteks Negara Kesatuan RI yang meliputi paradigma, visi, dan karakter kepemimpinan Islam. Selain itu, penguatan kelembagaan umat dan penguatan jaringan komunikasi kelembagaan. (Pikiran Rakyat on line, 08/04/2010).
Membicarakan visi, misi dan karakter kepemimpinan umat saat ini sungguh sangat relevan bahkan penting bagi kehidupan umat ke depan. Negara Indonesia , meski telah merdeka selama 65 tahun, namun belum bisa menjadi Negara maju. Hal tersebut tidak terlepas dari–bahkan disebabkan oleh–kerangka aturan perundang-undangan dan pilihan sistem ekonomi yang diadopsi, serta masalah politik yang sangat dipengaruhi oleh faktor kepimimpinan yang ada saat ini.
Fakta membuktikan, pasca reformasi banyak kasus-kasus besar yang terungkap–korupsi, misalnya–membuktikan semuanya itu. Belum lagi undang-undang baru yang terus diproduksi, banyak yang dibuat atas pesanan dan tekanan pihak asing; seperti UU Migas, UU SDA, UU Penanaman Modal, dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa negeri ini sebenarnya belum merdeka. Karena itu, visi kepemimpinan Islam yang dibutuhkan oleh negeri ini adalah mewujudkan Indonesia yang merdeka dalam seluruh aspek kehidupan.
            Dalam pandangan Islam, visi kemerdekaan ini hanya bisa diwujudkan dengan membebaskan umat Islam dan rakyat secara umum dari segala bentuk pengabdian/penghambaan kepada yang lain, selain kepada Allah SWT. Caranya tidak lain dengan menerapkan syariah-Nya untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Penerapan syariah Islam secara kaffah sejatinya adalah pembebas bagi Indonesia dan yang akan mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Misi kepemimpinan umat pun harus sejalan dengan visi tersebut, yaitu dengan mewujudkan penghambaan semata-mata hanya kepada Allah dengan tunduk dan patuh pada perintah dan larangan-Nya. inilah yang akan mewujudkan kemerdekaan yang hakiki, kebangkitan umat Islam dan seluruh rakyat serta kemajuan Indonesia dan kemaslahatan bagi semua (rahmatan lil alamin).
            Visi dan misi itu tidak akan bisa diwujudkan oleh sembarang kepemimpinan. Ia hanya bisa diwujudkan oleh kepemimpinan Islam yang memiliki karakter-karakter tertentu, yaitu yang memenuhi syarat-syarat pokok kepemimpinan Islam (Muslim, laki-laki, balig, berakal, merdeka, adil, dan mampu) dan semaksimal mungkin memenuhi syarat-syarat keutamaan (mujtahid, tegas dan pemberani, dsb). Kepemimpinan Islam itu juga harus memiliki karakter menjadikan syariah sebagai dasar pengambilan keputusan dan pengaturan masyarakat dan dirinya; menolak penjajahan dengan segala bentuknya; serta menolak segala bentuk pemikiran sekularisme, pluralisme dan liberalisme.
            Oleh karena itu jika ingin menyatukan umat, mewujudkan ukhuwah islamiyah, dan mewujudkan Indonesia yang bermartabat, tiada cara lain kecuali dengan berupaya mewujudkan kepemimpinan Islam dalam bentuk kepemimpinan negara yang menerapkan syariah, yaitu Khilafah. Di sinilah pentingnya seluruh komponen/kelompok umat berupaya mewujudkannya.
            Maka dari itu, KUII V yang terselenggara tentu diharapkan bisa menjadi momentum awal terbentuknya kesamaan visi dan misi umat dan terbangunnya kesepahaman tentang kepemimpinan Islam dan karakternya. Selanjutnya, diharapkan seluruh komponen umat dan lembaga keumatan bisa merumuskan langkah-langkah strategis untuk mewujudkannya dalam sistem Khilafah Islamiyah.
            Untuk itu, marilah kita bersama-sama menyongsongnya

Oleh: Shintia Rizki Nursayyidah
Surat Pembaca tanggal 5 September 2010