Selasa, 11 Januari 2011

Sampai Kapan Rakyat Harus Menjadi Korban?


Seiring kenaikan TDL (tarif dasar listrik) per Juli 2010, rakyat kembali menjadi korban kebijakan pemerintah. Pasalnya, kenaikan TDL memberikan efek domino berupa kenaikan harga sembako, ancaman PHK dan pengangguran.
Saat ini beras bermutu baik naik dari Rp 6.300,- menjadi Rp 7.000,-; daging dari Rp 18 ribu menjadi Rp 25 ribu; cabai merah keriting yang semula berkisar Rp 12-15 ribu/kg naik menjadi Rp 35 ribu/kg. Kenaikan berbagai kebutuhan pokok ini terjadi di berbagai daerah di Tanah Air (Republika, 29/06/2010). Selain itu dengan kenaikan TDL ini, kalangan industri pun merasakan dampaknya. Bagi industri, solusi menaikan harga jual produk hampir tidak mungkin karena daya saing produk akan kalah dibandingkan dengan produk lain terutama impor. Karena itu, agar bisa bertahan yang paling memungkinkan adalah mengurangi produksi atau memangkas biaya lain dan ujung-ujungnya melakukan PHK. Itu artinya masalah pengangguran akan terus menghantui atau bahkan bertambah besar jumlahnya akibat gelombang PHK dan tidak terserapnya angkatan kerja baru. Dengan hal tersebut, lagi-lagi rakyat menjadi korban terutama kelompok masyarakat kecillah yang harus menanggung akibat paling fatal.
Sementara Pemerintah yang seharusnya menjadi pemelihara urusan-urusan dan kebutuhan dasar rakyatnya, melepaskan tanggung jawabnya terhadap nasib rakyat. Yang ada justru Pemerintah lebih berpihak pada pemilik modal (para kapital), termasuk pihak asing. Kasus terbaru menunjukkan bagaimana Pemerintah negeri ini mengelola Proyek Gas Donggi Senoro. Pemerintah memutuskan bahwa untuk proyek gas Donggi Senoro, 30% dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri, sedangkan 70% untuk ekspor. Padahal yang 30% itu saja belum cukup untuk memenuhi kebutuhan gas PT PLN. Artinya, kebutuhan dalam negeri untuk PLN dan industri lainnya seperti industri pupuk sesungguhnya masih sangat besar. Sungguh ironis, saat kebutuhan akan gas di dalam negeri begitu besar, Pemerintah justru mengalokasikan 70% untuk ekspor. Padahal jika kebutuhan pasokan gas domestik mendapat prioritas maka kekurangan pasokan gas untuk PLN, pabrik pupuk dan pabrik lainnya akan terpenuhi. Hal ini secara pasti akan membuat harga produksi listrik turun sehingga harga TDL tidak perlu dinaikkan, bahkan bisa diturunkan. Lebih dari itu, dengan ketersediaan bahan bakar pembangkit yang jauh lebih murah dan sangat besar, seperti batu bakar dan gas, Pemerintah melalui PT PLN dapat segera memperbesar kapasitas produksi listrik dan ini akan segera dapat mengatasi kekurangan pasokan serta menambah luasnya jangkauan pelayanan listrik kepada masyarakat.
Kebijakan Pemerintah ini tentu patut dipertanyakan. Apakah karena ada kepentingan para pemungut rente yang tidak ingin kehilangan penghasilannya dari pasokan BBM ke PT PLN selama ini? Juga apakah ada kepentingan pemungut rente karena komisi dari penjualan ekspor gas keluar negeri? Hal ini menjadi sangat mungkin mengingat besarnya rente yang akan dinikmati para makelar yang mengatasnamakan kebijakan negara.
Dalam pandangan Islam, Pemerintah (negara) berkewajiban memelihara urusan dan kemaslahatan rakyat. Dalam memberikan pelayanan kepada rakyat, negara tidak boleh berpikir mencari untung.
. Islam menetapkan bahwa kekayaan alam seperti gas, minyak, barang tambang, dsb sebagai milik umum; milik seluruh rakyat. Kekayaan alam ini tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang atau pihak swasta. Kekayaan alam itu harus dikelola oleh negara bukan sebagai pemilik, tetapi hanya mewakili rakyat yang menjadi pemilik kekayaan tersebut. Seluruh hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat, diantaranya dalam bentuk pelayanan, termasuk penyediaan tenaga listrik. Jadi yang harus menjadi fokus pemerintah adalah bagaimana memberikan pelayanan kepada rakyat semaksimal dan sesempurna mungkin. Bahan bakarnya dipasok dari dari hasil eksploitasi kekayaan milik rakyat baik BBM, gas, batubara, panas bumi, dsb. Biayanya diambil dari hasil pengelolaan kekayaan alam yang juga milik rakyat. Dengan begitutenaga listrik bisa disediakan semaksimal dan sesempurnamungkin dengan harga yang murah. Dengan itu pula lapangan kerja akan bisa dibuka seluas-luasnya karena industri berkembang dengan baik sekaligus berdaya saing tinggi, harga-harga kebutuhan akan murah atau mudah dijangkau. Pada akhirnya kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh rakyat.
Masalah kenaikan TDL dan semua problem yang dihadapi masyarakat saat ini berpangkal pada penerapan ideologi kapitalisme berikut sistem turunannya terutama sistem politik dan sistem ekonomi. Selama ideologi Kapitalisme berikut sistemnya itu masih diadopsi, selama itu pula masalah tidak akan pernah berhenti dan rakyatlah yang akan menjadi korban.
Karena itu, ideologi dan sistem kapitalisme itu harus ditinggalkan. Selanjutnya negeri ini harus segera mengambil dan menerapkan ideologi dan sistem islam dengan syariahnya dalam sistem Khilafah.  Dengan hanya itu, penderitaan rakyat akan berakhir.
Oleh: Shintia Rizki Nursayyidah
Surat pembaca tanggal 16 Juli 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar